Teknologi pakan
Rumput, merupakan makanan utama ternak ruminansia. Ketersediaan rumput sepanjang tahun pada umumnya merupakan masalah yang selalu melanda daerah padat ternak. Oleh karena itu, kebijakan untuk menanam rumput unggul, selalu disyaratkan kepada peternak yang memelihara “ternak bantuan” dari pemerintah atau instansi lain. Hal ini dimaksudkan, s
elain untuk menjamin ketersediaan rumput, juga mengenalkan kepada peternak bahwa kandungan nutrisi rumput unggul lebih tinggi dari rumput lapangan (HARTADI. et al., 1986). Dari 55 responden, semuanya mengetahui manfaat rumput unggul bagi ternak, tetapi yang mengenal bentuk fisik, baru 31,2% responden, sedangkan 68,8% sisanya pernah mendengar dan belum mengenal bentuk fisiknya. Sementara itu, untuk membudidayakannya, 52,7% responden menyatakan tidak perlu, karena domba setiap hari sepanjang musim selalu digembalakan dan rumput tersedia sepanjang tahun. Sementara itu, alasan lain karena belum pernah ada peternak yang menanam rumput unggul (25,4%) dan karena keterbatasan pemilikan lahan (21,9%).
Sebagai sumber energi, ternak perlu diberi pakan yang mengandung karbohidrat, yang digunakan untuk proses produksi dan reproduksi. Konsentrat, adalah pakan ternak yang disusun dari berbagai bahan pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap. Sementara itu, responden hanya menggunakan dedak, sebagai sumber energi yang diberikan setiap hari kepada ternaknya. Penyajian dedak dalam bentuk “komboran/cair” yaitu campuran dari dedak (500 – 1000 g), air (5 – 10 liter) dan garam dapur (100 – 150 g) untuk seluruh ternak yang dimiliki. Jumlah tersebut masih sangat rendah, mengingat rata-rata domba yang dimiliki berkisar 2 – 100 atau rata-rata 26 ekor per responden. Menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993) untuk 1 ekor domba dengan berat 30 kg memerlukan 240 g dedak per hari. Pada umumnya, 100% responden mengenal konsentrat sebagai pakan ayam ras petelur atau pedaging dan bukan untuk pakan domba. Namun pada umumnya responden tidak mau untuk mencobanya karena hanya dengan diberi dedak, hasil pertumbuhan dan perkembangannya sudah cukup memuaskan
(52,7), harga konsentrat mahal (32,8%) dan pemberian rumput saja sudah cukup bagus hasilnya (14,5%).
Sebagai pakan pelengkap, pemberian mineral didalam ransum sangat diperlukan untuk pertumbuhan tulang, jaringan otot dan gigi seperti halnya pentingnya enzym dan hormon bagi proses metabolisme (HARYANTO dan DJAJANEGARA. 1993). Mineral blok adalah salah satu hasil inovasi teknologi, yang merupakan campuran berbagai unsur mineral yang diperlukan untuk ternak dan dikemas dalam bentuk kotak atau blok. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mineral kepada ternak. Mineral yang diberikan oleh 100% responden untuk domba yang dimiliki adalah garam dapur (NaCl). Responden tidak mengenal bentuk dan fungsi mineral blok, karena mineral blok tidak tersedia disini. Sebagai salah satu daerah penghasil padi terbesar di Propinsi Jawa Barat, produksi limbah pertaniannya (dedak dan jerami) sangat berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia.
Pengolahan jerami dengan cara difermentasi dapat meningkatkan nilai nutrisi jerami (HARYANTO, 2002; AGUS et al., 2000). Tingkat pengetahuan responden tentang teknologi fermentasi jerami dan manfaat hasilnya, tidak dikenal oleh 100% responden. Hal ini sangat disayangkan, mengingat Kabupaten Indramayu mempunyai potensi limbah pertanian (dedak dan jerami padi) yang cukup banyak untuk industri pakan ternak unggas dan ruminansia tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal. Yang dikenal oleh responden adalah pembenaman jerami kedalam lahan sawah dan pembakaran jerami yang dianggap dapat mempercepat proses menyuburkan tanah.
Teknologi pemuliabiakan dan reproduksi
Domba yang dipelihara responden adalah domba asli Indonesia, keturunan domba Priangan. Secara genetis, jenis domba ini bersifat prolifik, yaitu beranak lebih dari 1 ekor pada setiap kelahiran, sehingga memerlukan manajemen pemeliharaan yang bagus supaya perkembangan populasinya cepat (INOUNU.1996). Tingkat pengetahuan responden terhadap jenis-jenis domba unggul selain yang dipelihara sangat rendah dimana 100% responden tidak mengenal apa yang dimaksud dengan domba unggul. Namun, dengan adanya informasi yang diberikan, 32,7% menyatakan harganya tentu mahal sehingga tidak mampu untuk membeli, tidak tersedianya bibit unggul sebagai pejantan di desa (29,1%) dan responden sudah cukup puas dengan perkawinan diantara domba-domba yang tersedia (38,2%), memungkinkan terjadinya kawin dalam (inbreeding) sehingga dikhawatirkan dapat menurunkan produktivitas.
Hal ini perlu mendapat perhatian dari petugas mengingat responden tidak memiliki kartu “rekording” domba yang dimiliki dan perkawinan terjadi di padang penggembalaan. Sementara itu, teknologi Inseminasi Buatan (IB) untuk domba tidak dikenal oleh 100% responden, tetapi seluruh responden mengetahui bahwa IB dilakukan pada sapi. Tetapi, apabila diberi kesempatan
untuk melakukann IB, sebanyak 21,9% tidak mau mencoba karena selama ini belum pernah dilakukan IB untuk sapi atau domba disini dan 78,1% tidak mau melakukan IB karena dengan perkawinan alam ternak yang dihasilkan sudah bagus. Menurut DAMAYANTI et al. (2001), pilihan kawin alam merupakan hal terbaik karena secara genetis pejantan jenis ini mempunyai libido yang tinggi, disamping belum terbiasanya peternak mengawinkan ternaknya dengan IB.
Pencegahan dan pengobatan penyakit
Kebiasaan responden menggembalakan dombanya setiap hari sepanjang musim akan memudahkan domba terkena penyakit parasit infeksi nematoda saluran pencernaan (SUHARDONO et al., 2002) yang menurut RONOHARDJO et al. (1986) yang disitasi oleh SUHARDONO et al. (2002) penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Dari 55 responden hanya 5 orang responden (9,1%) yang mengenal vaksinasi untuk pencegahan penyakit parasit. Selebihnya dilakukan sendiri oleh responden dengan menggunakan ramuan dari tanaman berkhasiat obat (jamu). Pemanfaatan tanaman obat sebagai salah satu cara mencegah dan megobati penyakit parasit, dan juga penyakit yang lain, perlu dikembangkan, mengingat harga baku obat sangat mahal.
Pengolahan limbah kandang (feses danserasah)
Inovasi teknologi pengolahan limbah kandang menjadi pupuk organik dengan menggunakan berbagai jenis probiotik belum dikenal oleh responden. Teknologi yang digunakan responden masih konvensional, dengan cara membakar, menyimpan limbah kandang ke dalam lubang dan kemudian dipanen setiap saat diperlukan dan dikumpulkan kedalam karung untuk dijual dengan harga Rp. 2000 per karung. Menurut pengakuan responden, hasil penjualan limbah kandang sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Rumput, merupakan makanan utama ternak ruminansia. Ketersediaan rumput sepanjang tahun pada umumnya merupakan masalah yang selalu melanda daerah padat ternak. Oleh karena itu, kebijakan untuk menanam rumput unggul, selalu disyaratkan kepada peternak yang memelihara “ternak bantuan” dari pemerintah atau instansi lain. Hal ini dimaksudkan, s

Sebagai sumber energi, ternak perlu diberi pakan yang mengandung karbohidrat, yang digunakan untuk proses produksi dan reproduksi. Konsentrat, adalah pakan ternak yang disusun dari berbagai bahan pakan dengan kandungan nutrisi yang lengkap. Sementara itu, responden hanya menggunakan dedak, sebagai sumber energi yang diberikan setiap hari kepada ternaknya. Penyajian dedak dalam bentuk “komboran/cair” yaitu campuran dari dedak (500 – 1000 g), air (5 – 10 liter) dan garam dapur (100 – 150 g) untuk seluruh ternak yang dimiliki. Jumlah tersebut masih sangat rendah, mengingat rata-rata domba yang dimiliki berkisar 2 – 100 atau rata-rata 26 ekor per responden. Menurut HARYANTO dan DJAJANEGARA (1993) untuk 1 ekor domba dengan berat 30 kg memerlukan 240 g dedak per hari. Pada umumnya, 100% responden mengenal konsentrat sebagai pakan ayam ras petelur atau pedaging dan bukan untuk pakan domba. Namun pada umumnya responden tidak mau untuk mencobanya karena hanya dengan diberi dedak, hasil pertumbuhan dan perkembangannya sudah cukup memuaskan
(52,7), harga konsentrat mahal (32,8%) dan pemberian rumput saja sudah cukup bagus hasilnya (14,5%).
Sebagai pakan pelengkap, pemberian mineral didalam ransum sangat diperlukan untuk pertumbuhan tulang, jaringan otot dan gigi seperti halnya pentingnya enzym dan hormon bagi proses metabolisme (HARYANTO dan DJAJANEGARA. 1993). Mineral blok adalah salah satu hasil inovasi teknologi, yang merupakan campuran berbagai unsur mineral yang diperlukan untuk ternak dan dikemas dalam bentuk kotak atau blok. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan mineral kepada ternak. Mineral yang diberikan oleh 100% responden untuk domba yang dimiliki adalah garam dapur (NaCl). Responden tidak mengenal bentuk dan fungsi mineral blok, karena mineral blok tidak tersedia disini. Sebagai salah satu daerah penghasil padi terbesar di Propinsi Jawa Barat, produksi limbah pertaniannya (dedak dan jerami) sangat berpotensi sebagai pakan ternak ruminansia.
Pengolahan jerami dengan cara difermentasi dapat meningkatkan nilai nutrisi jerami (HARYANTO, 2002; AGUS et al., 2000). Tingkat pengetahuan responden tentang teknologi fermentasi jerami dan manfaat hasilnya, tidak dikenal oleh 100% responden. Hal ini sangat disayangkan, mengingat Kabupaten Indramayu mempunyai potensi limbah pertanian (dedak dan jerami padi) yang cukup banyak untuk industri pakan ternak unggas dan ruminansia tetapi tidak dimanfaatkan secara optimal. Yang dikenal oleh responden adalah pembenaman jerami kedalam lahan sawah dan pembakaran jerami yang dianggap dapat mempercepat proses menyuburkan tanah.
Teknologi pemuliabiakan dan reproduksi
Domba yang dipelihara responden adalah domba asli Indonesia, keturunan domba Priangan. Secara genetis, jenis domba ini bersifat prolifik, yaitu beranak lebih dari 1 ekor pada setiap kelahiran, sehingga memerlukan manajemen pemeliharaan yang bagus supaya perkembangan populasinya cepat (INOUNU.1996). Tingkat pengetahuan responden terhadap jenis-jenis domba unggul selain yang dipelihara sangat rendah dimana 100% responden tidak mengenal apa yang dimaksud dengan domba unggul. Namun, dengan adanya informasi yang diberikan, 32,7% menyatakan harganya tentu mahal sehingga tidak mampu untuk membeli, tidak tersedianya bibit unggul sebagai pejantan di desa (29,1%) dan responden sudah cukup puas dengan perkawinan diantara domba-domba yang tersedia (38,2%), memungkinkan terjadinya kawin dalam (inbreeding) sehingga dikhawatirkan dapat menurunkan produktivitas.
Hal ini perlu mendapat perhatian dari petugas mengingat responden tidak memiliki kartu “rekording” domba yang dimiliki dan perkawinan terjadi di padang penggembalaan. Sementara itu, teknologi Inseminasi Buatan (IB) untuk domba tidak dikenal oleh 100% responden, tetapi seluruh responden mengetahui bahwa IB dilakukan pada sapi. Tetapi, apabila diberi kesempatan
untuk melakukann IB, sebanyak 21,9% tidak mau mencoba karena selama ini belum pernah dilakukan IB untuk sapi atau domba disini dan 78,1% tidak mau melakukan IB karena dengan perkawinan alam ternak yang dihasilkan sudah bagus. Menurut DAMAYANTI et al. (2001), pilihan kawin alam merupakan hal terbaik karena secara genetis pejantan jenis ini mempunyai libido yang tinggi, disamping belum terbiasanya peternak mengawinkan ternaknya dengan IB.
Pencegahan dan pengobatan penyakit
Kebiasaan responden menggembalakan dombanya setiap hari sepanjang musim akan memudahkan domba terkena penyakit parasit infeksi nematoda saluran pencernaan (SUHARDONO et al., 2002) yang menurut RONOHARDJO et al. (1986) yang disitasi oleh SUHARDONO et al. (2002) penyakit ini menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Dari 55 responden hanya 5 orang responden (9,1%) yang mengenal vaksinasi untuk pencegahan penyakit parasit. Selebihnya dilakukan sendiri oleh responden dengan menggunakan ramuan dari tanaman berkhasiat obat (jamu). Pemanfaatan tanaman obat sebagai salah satu cara mencegah dan megobati penyakit parasit, dan juga penyakit yang lain, perlu dikembangkan, mengingat harga baku obat sangat mahal.
Pengolahan limbah kandang (feses danserasah)
Inovasi teknologi pengolahan limbah kandang menjadi pupuk organik dengan menggunakan berbagai jenis probiotik belum dikenal oleh responden. Teknologi yang digunakan responden masih konvensional, dengan cara membakar, menyimpan limbah kandang ke dalam lubang dan kemudian dipanen setiap saat diperlukan dan dikumpulkan kedalam karung untuk dijual dengan harga Rp. 2000 per karung. Menurut pengakuan responden, hasil penjualan limbah kandang sangat membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar