Selasa, 02 Juni 2009

Untung Gemuk dari Penggemukan Sapi


Usaha feedlot (penggemukan sapi) ibarat tak ada matinya. Kendati tersendat oleh bakalan, permintaan yang demikian besar menjadi alasan eksisnya bisnis ini. Untuk wilayah Jakarta saja, sebut Rochmat Wijoyo, Direktur Utama PT Kariyana Gita Utama – feedlot di Sukabumi, Jawa Barat— angka permintaan harian bisa mencapai kisaran 1000 – 1500 ekor. Pihaknya, yang kini memiliki kapasitas 5000 ekor mengaku belum berandil besar terhadap angka tersebut. ”Paling banter kita hanya memasok 20 – 30 ekor/hari,” sebut Rochmat. Angka itu baru di ibukota saja, belum termasuk kota – kota besar lain. Artinya, peluang pasar ini masih tetap terbuka lebar. Belum lagi bila menjelang hari raya kurban. Keuntungan usaha penggemukan diperoleh dari peningkatan bobot badan selama pemeliharaan antara dua sampai tiga bulan.Dalam rentang masa itu tambahan bobot badan dari satu ekor sapi yang digemukkan tidak kurang dari 60 – 70 kg. Sapi bakalan yang umumnya memiliki bobot badan 300 – 350 kg, saat dijual berbobot 400 – 420 kg. Apabila harga sapi eks- farm ada di level Rp 20.000/kg, maka setidaknya Rp 1,2 juta bisa diraup.

Manajemen Sederhana

Pemeliharaan dan manajemen pengelolaan usaha feedlot bisa dikatakan tidak terlalu rumit, alias sederhana. Singkatnya, sapi bakalan dikandangkan, diberi pakan cukup, dan bila tiba waktunya, dijual. Asri Arifin yang bertanggung jawab atas manajemen kandang dan pakan (feedmill) Kariyana menjelaskannya. Sebanyak 45 ekor sapi berbobot 350 – 400 kg dapat ditempatkan dalam satu petak kandang dengan ukuran 10 x 10 m2, tinggi 4 - 5 m. Dalam manajemen Kariyana, tiap kandang terdapat rata-rata 10 buah petak yang dibatasi dengan sekat-sekat bambu. Selanjutnya Asri menjelaskan, dalam satu siklus penggemukan, paling tidak sapi akan menempati 3 areal petak yang berbeda. Pertama, ketika sapi bakalan datang –baru dibeli– ditempatkan dalam satu petak sebagai tahap karantina. ”Masa ini, sapi beradaptasi dengan tempat baru yang akan dihuni. Dilakukan pemeriksaan kesehatan dan penyesuaian pakan,” jelas Asri sembari menemani TROBOS berkeliling di areal kandang Kariyana. Setelah di karantina selama dua minggu, sapi dipindahkan ke petak baru dan mulai dengan pemberian treatment untuk penggemukan. Tiga puluh hari dipetak kedua, selanjutnya sapi dipindah lagi ke petak ketiga sampai panen, kurang lebih 30 hari kemudian. Pemindahan, menurut Asri, dimaksudkan agar sapi tetap merasa nyaman di tempatnya. Karena selama ditempati, kotoran sapi akan terus menumpuk. “Jika tidak dipindah, kotoran menumpuk terlalu banyak, sapi merasa tidak nyaman. Dan berdampak negatif pada produktivitas, bobot badan,” urai Asri. Menyoal pemberian pakan, juga tidak terlalu rumit. Air ad libitum (selalu tersedia) dan pakan diberikan dengan perhitungan rata-rata 10 % dari bobot badan. Sebagaimana umumnya ruminansia, sapi yang digemukkan ini diberi pakan dalam bentuk konsentrat dan hijauan. ”Perbandingannya 85 % : 15 %,” sebut Faisal A. Binaranto, Direktur PT Kariyana Gita Utama. Tidak seperti pemberian pakan pada kambing atau domba yang kerap menuntut hijauan segar, sapi-sapi di Kariyana bisa dikatakan 0 % tanpa hijauan segar. Kebutuhan hijauan untuk tubuh dipenuhi dengan pemberian jerami padi yang ketersediaannya berlimpah di wilayah Sukabumi.“Tidak perlu mencari keluar daerah,” Rochmat memperjelas. Jerami yang diberikan, sebelumnya diberi perlakuan amoniasi. Asri menjelaskan, pembuatan amoniasi jerami dilakukan dengan menyemprotkan campuran molases (30 kg), urea (1 kg) dan air (30 liter) pada jerami (100 ton). Jerami yang telah disemprot disimpan, ditumpuk selama 21 – 30 hari. Ketersediaan konsentrat, diungkapkan Faisal, selama ini pihaknya melakukan self mixing (pencampuran sendiri). Beberapa bahan baku didatangkan dari Lampung, beberapa dari Jakarta dan Cilacap, sedangkan terigu diimpor. Ia menambahkan, fenomena kenaikan harga beberapa komponen pakan belakangan ini telah berdampak pada meningkatnya biaya pakan. “Sebelum terjadi kenaikan, tiap kilogram konsentrat bernilai Rp 800 - 850. Sekarang naik hampir 30 % ada di kisaran Rp 1150,” terang Rochmat yang diamini Faisal. Tak urung, fenomena tersebut berbuntut pada tingginya ongkos produksi. Dan pada gilirannya berkonsekuensi pada terdongkraknya harga jual sapi.

Selengkapnya baca Majalah TROBOS edisi April 2008